Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan berupaya menjadikan ujian nasional (unas) sebagai sesuatu yang rileks dan tidak mengerikan. Setelah memutuskan unas tidak lagi menentukan kelulusan pada mulai jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), berikutnya kemendikbud akan mencopot sejumlah hal yang menjadikan unas begitu menyeramkan.
"Kami ingin melakukan desakralisasi unas," kata Mendikbud Anies Baswedan dalam diskusi dengan Jawa Pos di Graha Pena Jakarta kemarin (16/1). "Ini adalah ujian biasa yang harusnya bisa dihadapi siswa dengan rileks," tambahnya.
Posisi unas sebagai penentu kelulusan, menurut Anies adalah hal utama yang membuat unas begitu sakral. Karena itu, siswa, guru, maupun wali murid menghadapinya dengan segenap upaya untuk bisa melaluinya dengan baik. Bagi siswa, kalau sampai gagal yang berakibat tidak lulus, tentu akan malu dan membuang waktu setahun untuk mengulang. Bagi guru, sekolah, dan dinas pendidikan, tingkat kelulusan akan menentukan prestasi dan karir mereka.
"Karena itu, penilaian prestasi guru pun akan diubah. Tidak semata-mata hasil unas siswa, namun juga UKG (ujian kompetensi guru, Red)," papar Anies. Hal lain yang tidak kalah penting, lanjut lulusan Universitas Gajah Mada, itu adalah pola pengamanan soal unas. Selama ini, pengerahan polisi yang begitu masif dalam mengamankan distribusi soal unas ikut memberi andil dalam menjadikan unas begitu menyeramkan.
"Nanti tidak ada lagi polisi. Bukan berarti boleh bocor, namun buat apa juga cari bocoran," ucap Anies. "Saya ingin menjadikan lingkungan pendidikan sebagai zona kejujuran, dan orang akan mau jujur kalau mereka dipercaya akan berbuat jujur," imbuhnya. Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Zainal Arifin menambahkan, banyak usulan dari Anies untuk pelaksanaan unas. "Masukan-masukan itu nanti resminya tertuang dalam SOP Unas yang sekarag dalam tahap finalisasi," katanya,
Selain pengurangan pelibatan polisi, Zainal juga menyatakan perguruan tinggi tidak akan dilibatkan lagi dalam pengawasan unas. Hal itu dilakukan dalam tiga tahun terakhir untuk meyakinkan kampus bahwa pelaksanaan unas itu objektif. Sehingga nilainya sah untuk pertimbangan penerimaan mahasiswa baru.
Dalam unas tahun ini, kampus hanya berperan untuk urusan pemindaian lembar jawaban siswa. Pasalnya alat pemindai ini hanya dimiliki oleh kampus. Khususnya kampus negeri yang bertahun-tahun terlibat dalam penyelenggaraan unas. Meskipun pengawasan unas mulai dikurangi, Zainal menjamin kredibilitas ujiannya. Pengurangan intensitas pengawasan itu diambil setelah nilai unas dipastikan tidak menjadi penentu kelulusan siswa. Kelulusan siswa diserahkan ke guru dan sekolah masing-masing.
Dia jua mengkritisi kegiatan ritual-ritual jelang unas selama ini. Seperti mencuci pensil ujian dengan air kembang, bahkan sampai prosesi bakar kemenyan. Untuk urusan berdoa, Zainal mengatakan boleh-boleh saja asalkan dilakukan dengan tata cara yang benar dan wajar. Tidak perlu sampai berlebihan, seperti berdoa di makam leluhur.
"Setelah unas bukan penentu kelulusan, pengawasan tidak seketat dulu, kalau masih curang berarti masyarakat kita sakit," jelas dia. Dia berharap unas 2015 ini menjadi momentum ujuk kejujuran siswa, guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, hingga kepala daerah.
Zainal mengatakan sebentar lagi SOP Unas 2015 diterbitkan. Dia menuturkan, biasanya POS unas terbit setiap Januati. sedangkan ujiannya berlangsung April. "Karena sekarang ada perubahan konsep fungsi unas, jadi butuh penyempurnaan SOP yang sejatinya sudahbkita rancang tahun lalu," tuturnya.(ind/wan/sof)
Sumber artikel : http://www.jpnn.com
0 komentar:
Posting Komentar